Saturday, July 14, 2012

Diksi-Diksi Dalam Puisi

Hari ini, kata yang terpopuler di Kompasiana adalah tidak lain tidak bukan: DIKSI.  Banyak polemik, pertanyaan, gonjang-ganjing belum lagi seabrek komentar yang berputar di, masih kata yang sama, DIKSI. Sebenarnya apa sih diksi itu?

Menurut wikipedia: Diksi, dalam arti aslinya dan pertama, merujuk pada pemilihan kata dan gaya ekspresi oleh penulis atau pembicara. Arti kedua, arti “diksi” yang lebih umum digambarkan dengan enunsiasi kata - seni berbicara jelas sehingga setiap kata dapat didengar dan dipahami hingga kompleksitas dan ekstrimitas terjauhnya. Arti kedua ini membicarakan pengucapan dan intonasi, daripada pemilihan kata dan gaya.
Menurut KBBI, DIKSI berarti pilihan kata yang tepat dan selaras (dalam penggunaannya) untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu (seperti yang diharapkan)
                                                         
Diksi Dalam Puisi
Sebenarnya diksi tidak hanya dipakai dalam menulis puisi. Dalam menulis cerpen, novel, essai, artikel, sampai karya ilmiah sekalipun, diksi juga diperlukan. Tapi baiklah kita membicarakan diksi dalam puisi saja kali ini (sesuai dengan topik yang sedang menghangat di kompasiana saat ini).

Saya sendiri senang menulis puisi dan menyadari salah satu unsur penting dalam menulis puisi adalah pemilihan diksi. Karena puisi adalah bentuk karya tulis yang tidak memakai banyak kata-kata, cendurung tidak deskriptif dan naratif, maka pemilihan kata-kata yang tepat untuk menggambarkan maksud dan nuansa tulisan haruslah dicermati dengan seksama. Termasuk di dalamnya menghindari pengulangan kata yang sama terlampau sering, pemilihan sinonim yang mewakili, sampai ke penggunaan tanda baca dan susunan bahasa. Misalnya ketika kita ingin mengungkapkan rasa kesepian, kata mana yang akan kita pilih; sunyi, diam, nelangsa, sendiri, sedih, sepi, senyap atau hening? Meski berkonotasi sama, tiap kata yang terpilih akan memberi warna yang berbeda apabila disandingkan dengan kata-kata lainnya dalam keseluruhan puisi.
Bagaimana cara memilih diksi yang tepat? Dengan banyak membaca, baik itu puisi, artikel, novel, surat kabar sampai ke tulisan kritikan sekalipun. Sebab membaca akan memperbanyak kosa-kata. Dengan  mengetahui banyak kosa -kata, penulis puisi akan mempunyai pilihan yang lebih beragam dan memberikan warna dan jiwa tersendiri bagi puisinya.

Saturday, December 31, 2011

10 Hal Tentang Saya yang Mungkin Kamu Belum Tahu

Ketika semua orang pada sibuk membuat resolusi tahun baru, saya malah mikir bagaimana menutup tahun 2011 ini dengan keren. Baca list: diving, cliff climbing, parasailing, rafting  harus tercoret dari daftar, jadi mari ikutan kuis. Kuis pertama yang saya diikuti di tahun 2011 ini! Sekaligus perlombaan dan sayembara atau apapun juga namanya yang saya ikuti setelah bertahun-tahun cuma ikut berita di FB dan timeline twitter.

Jadi begini, akhirnya si emak gaul atau si bunglon ungu unyu berhasil memprovokasi saya ikutan menulis 10 hal tentang saya yang belum dan perlu sodara-sodara ketahui. Let the tick tock clock to the end of the year begins and here it is..


Satu: Saya dan Alarm Bangun Tidur

Percaya tidak percaya, saya tidak pernah pakai alarm bangun tidur seumur hidup. Mau bangun jam berapa, tinggal dipikirkan sebelum tidur, dan otomatis pasti terbangun sendirinya. Selain tidak perlu merepotkan orang rumah, terbukti sifat alami yang baik ini tidak pernah bikin kesal para abang beca dan sopir, karena meski saya sering tertidur di beca dayung, beca mesin, taksi dan angkot, saya tidak pernah teriak-teriak panik, "Bang, balik Bang. Kelewatan."

Terus terang sampai sekarang saya tidak tahu cara setting alarm HP. hehehe


Dua: Saya dan Gen Tukang Masak

Bapak saya, semasa hidupnya, adalah seorang koki restoran, sebelum pindah profesi jadi pengusaha katering dan kembali lagi jadi koki. Ibu mendampingi ayah menjalankan usaha katering dan signature dish-nya adalah: sate babi, rendang sapi, kue lapis Surabaya dan sederet makanan enak-enak lainnya.

Sedari kecil saya makan enak dan sering berseliweran di dapur. Apakah saya jadi jago masak? Tidak, sodara-sodara. Saya hanya bisa masak mie instant segala gaya, telur mata sapi, telur dadar dan nasi goreng. Siapa bilang buah selalu jatuh tidak jauh dari pohonnya?

Oh yah, lupa menambahkan. Saya juga bisa masak air dan menanak nasi pakai rice cooker. Goreng chicken nugget dan french fries juga bisa :D


Tiga: Saya dan Berat Badan

Bagi yang mengenal saya di dunia nyata, pasti setuju kalau saya perlu mengurangi berat badan beberapa kilo (saya tekankan: hanya beberapa kilo, tidak banyak *berdehem anggun*). Padahal ketika saya dilahirkan, berat saya hanya 2.1 kilo. Kurus sekali. Bahkan ketika dibawa pulang ke rumah dari rumah sakit bersalin, menurut Ibu, berat saya nyusut jadi 1.9 dalam tempo 3 hari. Ibu sampai panik melarikan saya yang masih bayi dan lucu kembali ke rumah sakit.

Sekarang, ketika sedang duduk-duduk menikmati sore yang indah, Ibu sering berkata, "Lihat badanmu sekarang. Bagaimana mungkin ketika lahir kamu itu sekurus lidi?" sambil memandang bodi saya dengan tatapan yang jauh dari rasa bangga.


Empat: Saya dan Roller Coaster

Sudah jelas saya ini perempuan mandiri, tangkas dan selalu bersemangat. Tipe seperti saya ini sepertinya adalalah kawan paling menyenangkan buat diajak jalan-jalan ke theme park. Sepertinya. Karena, sodara-sodara, aslinya saya cuma tidak takut naik wahana semacam komidi putar atau bumper car. Saya takut sama ketinggian dan kecepatan. Jadi, roller coaster itu, bagi saya, sangat sangat menyeramkan!

Terakhir kali, saya menantang diri sendiri naik roller coaster di indoor theme park Berjaya Times Square, KL. Itung-itung sebagai uji nyali ala fear factor. Setelah doa dan merem mata sebelum, selama dan sesudah putaran roller coaster, akhirnya saya selamat menginjakkan kaki yang gemetar ke bumi lagi. Saya langsung menghampiri booth foto. Begitu melihat foto saya sedang menutup mata kuat-kuat di atas roller coaster yang melaju, saya langsung berlari kabur ketakutan. Itu foto seorang perempuan cantik yang wajahnya hijau, sangat sangat ketakutan. Hiks.


Lima: Saya dan Ibu

Ibu saya keren! Beliau selalu punya cara yang unik dalam mendidik anak-anaknya. Misalnya ketika saya masih kecil dan sangat takut pada bunyi halilintar, Ibu tidak akan memeluk dan menenangkan. Alih-alih, Ibu bilang begini, "Yang takut sama halilintar itu anak yang banyak dosa." Dan karena saya merasa bukan anak yang banyak dosa, saya berusaha menguat-nguatkan diri sendiri setiap kali halilintar menggelegar. Pelan-pelan, saya tidak takut lagi tuh.

Cerita lain adalah ketika saya mulai suka bolos les Bahasa Inggris. Ibu dengan santainya bilang gini, "Kapan kapan, Ibu akan ke tempat kursusmu, masuk ke kelasmu, dan menanyakan kawan-kawanmu apakah Meli masuk kursus ga hari ini." Sejak itu, saya kapok bolos.


Enam: Saya dan Mimpi

Saya sangat sering bermimpi. Saya bermimpi setiap kali saya tertidur, meski itu cuma tidur selama sepuluh menit di angkot. Saya bahkan punya tempat-tempat tertentu di mimpi. Misalnya ketika saya bermimpi tentang kolam renang, ya kolam renang yang itu itu saja yang muncul di mimpi. Kolam renang yang hanya ada di mimpi. Begitu juga orang-orang yang hanya ada di mimpi.

Saya bermimpi tentang apa saja. Seringnya sih tentang perjalanan. Sialnya ketika badan lagi capek dan pikiran lagi kusut, saya justru lebih sering memimpikan perjalanan. Dan karena saya orang yang sangat emosional di mimpi, begitu terbangun, lelahnya luar biasa. Saya juga sering menangis di mimpi. Itu ketika mimpi saya sedih sekali, misalnya saya seorang anak yatim piatu berumur 16 tahun. Kalau saya seorang sutradara, pasti sudah banyak film keren yang saya hasilkan. Bayangkan, saya bisa merencanakan sebuah perampokan, di mimpi.

Percayalah, sodara-sodara. Bermimpi setiap kali tertidur itu sungguh bukan sesuatu.


Tujuh: Saya dan Bawang

Tokoh penjahat mana yang paling dekat dengan karaktermu? Saya merasa seperti si penjahat bawang di cerita Richie Rich. Iya. Saya sangat suka bawang. Semua jenis bawang. Bawang merah acar, bawang putih goreng, bawang merah goreng, bawang bombay, daun bawang. Semua bawang di dunia. Saya suka menaruh bawang goreng di makanan apa saja, mulai dari spaghetti, roti, gorengan dan apa saja.

Kuatir jadi bau keti? Lah, untuk apa deodoran diciptakan? *endus endus ketiak sendiri. ga bau kok. ga percaya? mau cium sendiri?*


Delapan: Saya dan English Freak

Ini sebenarnya cerita memalukan. Jadi begini, saya pernah dibonceng motor sama seorang cowo keren dan kita tidak pakai helm. Motor oleng karena sesuatu hal yang sudah saya lupa, lalu gubrak, saya jatuh dan kepala saya menghantam aspal. Orang-orang berdatangan dan berusaha menolong. Saya tidak pingsan dan berdarah, cuma syok. Ketika ditanya apakah saya baik-baik saja, saya mengangguk dan berusaha menjawab. Begitu mendengar jawaban saya, langsung orang-orang itu bertekad membawa saya ke rumah sakit. Rupanya, saya menjawab begini, "I'm okay. I'm fine. No need to take me to the hospital. I want to go home."

Ya iyalah. Ditanya malah jawab pakai Bahasa Inggris.Orang-orang pada pikir saya geger otak.
(pembelaan diri: saya kan, guru Bahasa Inggris yang mengaplikasikan pembelajaran di semua aspek kehidupan. hehehehehe)


Sembilan: Saya dan Olah Raga Ketangkasan

Saya tomboi sedari kecil. Saya suka pakai celana pendek, mengejar ayam, manjat pohon dan main kejar-kejaran sama anak laki-laki. Saya suka semua permainan laki-laki dan selalu minta diajak gabung yang lebih seringnya ditolak. Alasannya:
- saya tidak bisa menerbangkan layang-layang
- saya tidak bisa membidik kelereng
- saya tidak bisa mahir memainkan kenci
- saya tidak bisa memasukkan bola basket ke dalam keranjang
- saya tidak pintar main sepak bola dan seorang penjaga gawang yang payah

Saya bahkan tidak pintar main lompat tali (karet). Padahal, Tuhan tahu betapa saya serius mengasah ketangkasan dengan rajin berlatih sendirian. Ah, saya memang tidak berbakat jadi atlit rupanya.


Sepuluh: Saya dan Durian

Saya tidak suka durian! Jadi begini, sewaktu kecil, saya sangat suka makan durian. Meli kecil bisa menghabiskan satu setengah durian sendirian. Saking rakusnya, saya pernah muntah durian yang sampai keluar dari hidung. Sejak itu, saya mengikrarkan diri tidak akan makan durian.


Wednesday, June 22, 2011

Puisimini Tentang Cinta, Senja dan Secangkir Kopi

Di antara ramainya fiksimini dan flash fiction, puisimini diam-diam mengambil celah dan mengirim kata-kata, antara hari dan secangkir kopi. Dan masih saja tentang cinta..

*****
/1./
Secangkir kopi dan selangit sore adalah puisi yang teraduk dari manis aroma dan hangat perjalanan pulang ke hati

/2./
Mari nikmati. Secangkir kopi. Sebait puisi. Barangkali diksi yg mimpi. Sedang sepi? Biar saja ia membadai di dimensi sendiri!

/3./
Perempuan itu menerawangi langit dari beranda. Mengukur jarak pada senja semakin beranjak. Sementara rindu melamat. Dan diam.

/4./
Aku ingin sore ini bersamamu. Bicarakan mimpi yg semakin senja. Sekedar saling menatap dan membiarkan sunyi menjadi kita
.
/5./
Pagi adalah matahari yang terbit dari bulir-bulir matamu, menjadi rahasia yg menyemestakan embun dan pelangi dlm pelukmu. Cinta.

/6./
Aku memotretmu dalam ingatan, dalam sephia. Kenangan akan matamu yg luka dan puisi yang kau bakar saat senja.

/7./
Selamat menikmati perjalanan hari. Dimulai dari pagi ini. Ketika embun dari bulir-bulir matamu kusulang menjadi puisi.

/8./
Samudera di malam hari adalah kepulangan perahu pada sunyi nyanyian laut yang hanya mengenal satu dongeng. Tentang cinta. Itu kamu. Matamu.

/9./
Seperti cangkir kopimu, selarik puisi pagi mengirim kabar yg tak tersampaikan oleh koran. Tentang cinta, tentang cahaya, juga harapan yang percaya.

/10./
Hujan malam ini berpuisi. Ritmisnya seperti senandung senandika yang rindu dan biru.

/11./
Maka dengarlah. Sunyi yang menyemesta di samudera, ketika rindu menari di antara perahu dan gelombang. O, puisi!

/12./
Bagaimana bila Tuhan menulis puisi? Mungkin seperti begini. Dia menandai setiap hati dengan kata: DAMAI


Wednesday, May 25, 2011

Percakapan Virtual dan Monitor



ada yang hendak kueja namun tertahan dalam kejap mata. ialah rasa ialah makna yang hendaknya kita simpan saja dalam dada. biar ia jadi rahasia nurani kita sendiri.
<received>

rahasia. dalam rupa tanda dan tanya penjuru samudera. kemanakah seharusnya angin berpeta? isyarati aku.
<sent>

seekor kupu-kupu terbang menuju senja. tak ada rahasia, katanya. memang tidak, kataku. hinggap saja di bahu sementara angin masih mengayunmu. memang bukan rahasia bila ini rindu!
<received>

kupu kupu pulang kala senja, memunguti luka. sebatang rumput liar di dada, bercerita, tentang cinta, kerlip mata, lalu puisi.
<sent>

aku melihat api sekaligus sepi. pada sepasang mata yang sama adalah luka. lalu kuputuskan untuk menjadi sunyi saja sementara. keluar dari lingkaran rasa dan kembali belajar bijaksana. aku memang tidak pandai memaknai petanda.
<received>

aku melihat warna saling silang dan kontras. kuputuskan saja menjadi buta. tapi masih kudengar suara saling memaki. kubunuh telinga, kubunuh hati. masih saja tak mengerti!
<sent>

maka jadilah kita batu. bunuh segala duka. liburkan indramu dan jadilah yang maha tidak tahu.
<received>

tapi kata kata selalu tahu.
<sent>

kata-kata bisa saja menjadi aksara mati. hilangkan saja huruf vokal, seperti lautan yang meniadakan senja, menggantinya menjadi lagu bagi hati yang mengenal rindu
<received>

maka kata akan menggalau merindu. kita. orang orang yang membunuh masa dan memerdekan rasa.
 <sent>

kita. para musafir yang menyulang kata kata menjadi butir-butir air mata yang mengasini laut. kelak, ia akan merupa mimpi yang berumah pada kata-kata yang mengeja kesejatian
<received>

itu ketika sunyi adalah cinta, ketika pejalan pejalan saling bertemu dalam sepi jalan. kita menua, di dalamnya, di dalam cinta
<sent>

aku ingin sunyi yang seperti rahim
<received>

bukankah semesta adalah ibu dan laut adalah rahim? dengannya, luka menjadi ombak yang mengayun dalam kesejatian. seekor kupu kuning yang pulang, bercerita, tentang dongeng, cuaca yang rontok, dan matamu.
<sent>

mataku yang merindui matamu.
<received>

mataku yang puisi pada matamu.
<sent>


{sebab malam dan langit adalah kupu-kupu kuning yang berpendaran antara cerita-cerita}

Saturday, May 7, 2011

Sepotong Bersin, Pagi Hari


Bersin itu seperti larik matahari pertama yang menyeruaki kaki-kaki langit, katamu. Sering tak tersembunyikan oleh awan-awan yang bergumpal melingkar-lingkar, serupa tangan kananmu yang tak sempat membekap bersin yang meloncat dari kedalaman dadamu, begitu lanjutmu. Dada yang menyamudera, tersebab darinya terdengar lagu ombak-ombak yang mirip semacam resital kupu-kupu.

Bersin di pagi hari adalah tanda tanya, kataku. Seperti rasa ingin tahu tentang kabarmu yang tak terbaca dari berita-berita di koran yang semakin ungu oleh luka yang terlampau dan rindu yang tersendat di sendu. Aku ingin memaknainya sebagai petanda, sekalipun yang paling semu. Tapi katamu, bersin di pagi hari adalah matahari pertama yang terlahir dari warna-warna kelabu. Ah, tak bisakah sekali ini saja berhenti memuisikan pagi dan baiklah kita berpura-pura saja bersin adalah isyarat untuk vitamin C, supaya jauh dari flu?

Tapi, tunggu.

Bersin bisa berarti angka tujuh. Waktu yang tergantung-gantung antara jeda sapa pagiku dan mu. Sebuah pelukan virtual dari dua avatar yang mengirimkan ruahan emoticon-emoticon. Tapi bukan bersin. Percayalah. Satu, dua, tiga sampai dengan tujuh. Bersin di pagi ini, kumantrai! Jadilah kalian kanak-kanak rindu yang di matanya berderet paragraf-paragraf yang membukukan hikayat panglima merahdan samudera biru..

Seperti sepotong pagi yang merona semangat dan biru puisi dalam bersin.

Sunday, April 3, 2011

Surat Cinta Samudera Kepada Langit

/1./
Bahkan dalam hujan sekalipun, engkau mencurahkan cinta yang menitisi gelombang yang menengadahimu..

/2./
Pernah kau tanya, Langit, serupa apakah biru?

Kataku, seperti aku yang menyebutmu dengan lafal cinta, biru, sekalipun malam yang tergelap bersiasat menyembunyikan kerlip-kerlip bintang darimu.

/3./
Aku mencintaimu. Dengan satu-satunya cinta yang kuketahui. Seperti lengkung dirimu yang melingkupiku utuh-utuh, melepas semua batas. Seperti pernah di suatu masa hanya ada debur dadaku yang mendegupi debar dadamu. Seperti itu saja aku mencintaimu. Tanpa ingin. O, bagaimana mungkin aku menginginkan, sementara kau menindai setiap ombak yang ada di diriku, menjadikanku seluruhmu dalam sepenuhku?

/4./
Dan aku hanya samudera kecil, melaju serupa perahu yang terhela oleh anginmu, langit yang membentangi seangkasa raya.



/5./
Kutitiskan puisi dari buih-buih ombak yang pecah dan doa-doa yang dimantrai oleh bulir-bulir airmata peri-peri penjalin pelangi. Menjatuhkannya kepada langit, merupa titik-titik yang meniti angin menuju dadanya, menjadi anak-anak yang kelak memelukku dengan cinta yang berbaris-baris.


Sunday, October 10, 2010

Teras Kita

Memang benar. Entah sejak kapan jalan ini menjadi sesak dipenuhi belukar yang semakin padat berebutan tempat di jantungku. Manusia-manusia dengan sapu tangan di saku berlalu-lalang dengan senyuman dan tepukan sekedar di bahu. Setelahnya kita menghitung nama-nama dengan jari dan memberi teka-teki pada waktu yang terpunguti. O, demikianlah. Ingatan itu serupa anak kecil yang berjongkok di depan etalase dan menenggelamkan binar matanya pada gambar yang bergerak-gerak di dalam kotak televisi. Sementara sejarah berkelebat dan mengambil tempat tepat di belakangnya.

adalah.. sahabat-sahabat senja menuntun sepeda biru ke pintu kayu di samping teras yang berwarna matahari dan kupu-kupu. Di sampingnya kita tanam lingkaran pepohonan dan bebungaan yang melukis pelangi dengan lagu. Kita suburkan dengan katakata agar tetap mekar sempurna. Lalu mari duduk. Bersulang dengan cangkir-cangkir kopi dan cerita-cerita pun akan mengalir seperti embun pasti ke hati yang rindu.

diunduh dari: www.lumes2006.blogspot.com